Selesai | Gunung Artapela #4

 

Senin, 18 Desember 2023

Lagi dan lagi. Rencana hanyalah sebuah wacana. Kami bablas tidur dan bangun jam 5 lewat 30 menit. Meski masih pagi, matahari sudah bersinar terang. Tentunya, kami ketinggalan sunrise.

Saya terbangun karena pergerakan Gading. Ia meminta untuk ditemani buang air besar. Yah, memang kebiasaan manusia ketika pagi hari. Mendengar keberisikan saya dan Gading, Bekti juga ikut terbangun. Sementara Jarwo, masih saja asik tidur di dalam sleeping bag.

Kami membuka tenda dan keluar satu persatu. Mata kami terperanjat menatap indahnya ciptaan tuhan. Momen yang tidak pernah saya bisa rasakan di daerah saya tinggal.

Lucunya, dua kawan saya ini sibuk dengan urusan masing-masing. Gading yang fokus dengan buang air besarnya, dan Bekti yang fokus mencari sinyal untuk mengabari kekasihnya, haha. Sementara saya, masih terus menatap keindahan ciptaan tuhan.

Dibalik jalur pendakian yang terasa pahit, terdapat puncak yang terasa sangat indah.

Saya dan Gading berjemur diri di bawah sinar matahari pagi tepat dekat dengan gubuk yang konon katanya warung diatas puncak. Namun sayang, warung itu hanya buka ketika malam Minggu saja. Huh, pantas saja tidak ada pendaki lain di gunung artapela saat ini. Ternyata kami ketinggalan satu hari, haha.

Tak lama, Jarwo dan Bekti menghampiri saya dan Gading. Mereka membawa satu bungkus rokok dan juga peralatan masak. Kami tidak lagi memasak nasi. Tetapi hanya memasak Sosis, Nugget, dan otak-otak sebagai santapan sarapan diatas gunung.

Dengan bantuan sinar matahari, kami menjemur pakaian kami yang basah seraya berbincang hangat perihal perjalanan kami. Rasanya, semakin erat saja pertemanan kami ini.

Pagi hari di puncak sangat cerah. Kami bisa melihat perkebunan dan pegunungan di sekeliling kami. Di sebelah kanan kami berdiri, berdiri tegak dengan gagah Gunung Malabar.

Sekitar jam 7an, entah kabut atau awan menyelimuti Gunung Malabar. Di kejauhan juga awan mulai menutupi lereng dan kaki gunung. Pemandangan itu sangat menakjubkan bagi orang kota seperti kami. Sebenarnya, kami ingin berlama-lama, namun karena keterbatasan penyewaan perlengkapan kemah, dan juga tiba-tiba kabut kembali turun, kami terpaksa harus beberes tenda dan bergegas turun.

Namun, tak lupa kami menyempatkan berfoto untuk mengabadikan momen setelah tenda dan perlengkapan selesai dirapikan kembali. Sungguh, pengalaman yang berkesan bagi saya pribadi.

Tepat jam 9an pagi, kami berangkat untuk turun gunung. Jalur pendakian semakin terasa bersahabat tatkala beberapa petani yang sedang berkebun menyapa kami. Turun gunung tidak seberat baik gunung. Namun, hanya terkendala di telapak kami yang menahan beban agar tubuh tidak terjatuh.

Sejauh ini, perjalanan lancar hingga kami sampai di pos 2. Di sini kami istirahat sangat lama. Karena ada sumber air, kami mencuci peralatan masak dan memasak mie instant untuk mengisi perut. Yah, hampir satu jam kami beristirahat disini. Setelah itu, kami kembali melanjutkan perjalanan menuju Basecamp Artapela via Cirawa.

Pemandangan indah selain keindahan alam adalah beberapa petani yang sangat bahagia dengan pekerjaannya. Mereka bekerja dengan sepenuh hati. Berangkat pagi buta, menanam bibit, dan membersihkan sekitaran kebun mereka. Pernah terpikir, bagaimana bisa mereka bekerja dengan segembira itu. Ya, namanya juga tinggal di daerah gunung, sudah pasti mata pencaharian mereka adalah berkebun. Satu alasan yang pasti untuk menguatkan tubuh dan hati mereka agar terus bahagia dalam pekerjaan, yaitu menafkahi keluarga.

Sehat-sehat selalu, ya, Para Petani di Gunung manapun.

Adzan Dzuhur berkumandang tatkala kami sampai di gerbang jalur pendakian Gunung Artapela via Cirawa. Rasa senang dan sedih bercampur. Senang karena akhirnya selamat sampai bawah, dan sedih karena harus kembali ke kenyataan. Ya, perkotaan menunggu kami kembali.

Terdapat banyak hal yang kami pelajari ketika berhasil naik dan turun gunung. Mungkin, beberapa orang sering mengatakan, jika ingin bijak, naik gunung saja. Ya, terbukti atau tidak, biar kalian sendiri yang merasakannya. Untuk saya pribadi, saya merasa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Saya sedikit mengerti apa arti hidup, apa arti alam, apa arti egois, dan apa arti kita sebagai manusia.

"Kita perlu menjadi seperti pendaki. Menunduk ketika sedang naik. Dan tegak ketika sedang turun."
- G. Artapela

"Ketenangan itu ada di saat alam dan jiwa saling berdialog dengan mesra."
- G. Artapela

Menuju ke alam bukanlah hal yang mudah. Di alam, kita bisa tahu bahwa manusia sekecil itu di mata Tuhan. Rendahkan ego, perbanyak bersyukur.

Salam literasi, salam lestari. Saya, Jarwo, Bekti, dan Gading berhasil menapakkan kaki di Gunung Artapela!

 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama